Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

DINAMIKA PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PILKADA SERENTAK 2015

Pilkada serentak yang akan dihelat pada 9 Desember 2015 mendatang mulai memasuki tahapan pencalonan, salah satu tahapan krusial dalam penyelenggaraan Pilkada serentak. Tahapan ini merupakan tahapan dimana penyelenggara dalam hal ini KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK dan PPS mulai berinteraksi dengan para bakal pasangan calon (paslon), para pengurus partai politik dan kelompok pendukung para bakal paslon.   Tahapan ini meliputi kegiatan penyerahan bukti dukungan bagi bakal paslon perseorangan, verifikasi administrasi dan faktual dukungan, rekapitulasi hasil verifikasi, pendaftaran paslon dari jalur perseorangan dan partai politik/gabungan partai politik, verifikasi persyaratan sampai nantinya ditetapkan bakal calon yang memenuhi syarat sebagai paslon. Proses ini secara keseluruhan memerlukan waktu kurang lebih lima bulan, dari bulan April sampai dengan Agustus 2015, ditambah tiga bulan bila ada gugatan dari bakal calon yang mengajukan sengketa pencalonan ke PTTUN. Sampai

SEKILAS TENTANG PERJALANAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA MASA PRA-KEMERDEKAAN

Perjalanan partai politik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah pergerakan nasional awal abad ke-20. Kebijakan politik etis yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda berdampak sangat penting dengan kemunculan elit terdidik pribumi.  Kelompok inilah yang memiliki kesadaran akan pentingnya organisasi sebagai wadah pergerakan nasional. Pada 1908 berdiri Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 lalu diikuti oleh Sarekat Islam pada 1911 (sebetulnya pada 1908 juga telah berdiri Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia di negeri Belanda). BU dan SI tidak secara terang menyebut dirinya sebagai organisasi politik, tetapi memiliki program-program dan aktifitas politis. Hal ini karena undang-undang kolonial Belanda saat itu melarang pendirian organisasi dan perkumpulan politik. BU dan SI semakin terlibat dalam aktifitas politik setelah keduanya masuk dalam lembaga Volksraad (dewan rakyat) yang didirikan pada 1916. Di lembaga ini, wakil-wakil organisasi ini tergabung dalam r

WAWANCARA

PEMILU DAN DEMOKRASI PANCASILA   Bulan Juni ini kita sebagai bangsa memperingati hari lahir Pancasila. Gagasan Pancasila digali dari nilai-nilai yang ada adalah kebudayaan dan kehidupan masyarakat kepulauan Nusantara oleh Bung Karno untuk kemudian dijadikan dasar negara. Secara implisit, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menyiratkan nilai-nilai demokrasi, maka kemudian dikenal dengan demokrasi Pancasila. Di sisi lain, Pemilu merupakan mekanisme perwujudan kedaulatan rakyat dalam memilih wakil/pemimpin.  Sebagai sebuah prosedur, Pemilu yang dikenal saat ini banyak mengadopsi pemikiran dan praktik negara-negara demokrasi maju, baik sistem maupun prosedur pelaksanaannya. Pertanyaan yang mengemuka adalah apakah Pemilu yang sekarang dipraktikkan sesuai dengan nilai demokrasi Pancasila? Berikut ini petikan wawancana “DERAP KPU KABUPATEN BANYUMAS” dengan ZAMZAM MUHAMMAD FUAD, S.IP., M.Sc , alumni S-2 Ketahanan Nasional UGM dan staf peneliti pada Pusat Kajian Pancasila dan

MEMBUMIKAN PANCASILA DALAM PRAKTIK KEPEMILUAN

Usaha membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masih jauh dari yang diharapkan. Perilaku menerabas aturan, intoleransi, korupsi, kolusi dan nepotisme mencerminkan belum diterapkannya nilai–nilai yang terkandung dalam Pancasila. Celakanya, perilaku semacam itu banyak dicontohkan oleh mereka yang harusnya menjadi teladan. Mayoritas publik (52 persen) menganggap perilaku tidak disiplin, melanggar hukum dan KKN merupakan hal yang paling mengancam keberadaan Pancasila sebagai dasar negara, bahkan mengalahkan ancaman dari ideologi yang didasari oleh fanatisme agama (Litbang KOMPAS, 1 Juni 2015). Hal itu wajar mengingat persepsi publik tentang pemberantasan korupsi saat ini cenderung memburuk. KPK yang selama ini dianggap publik memperjuangkan pemberantasan korupsi terus menerus dirongrong kewibawaanya. Bagaimana tidak, kekalahan KPK dalam tiga kasus pra-peradilan beberapa waktu yang lalu, membuat lembaga anti-rasuah itu terlihat lemah dalam penegakan hu