Langsung ke konten utama

DINAMIKA PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PILKADA SERENTAK 2015

Pilkada serentak yang akan dihelat pada 9 Desember 2015 mendatang mulai memasuki tahapan pencalonan, salah satu tahapan krusial dalam penyelenggaraan Pilkada serentak. Tahapan ini merupakan tahapan dimana penyelenggara dalam hal ini KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK dan PPS mulai berinteraksi dengan para bakal pasangan calon (paslon), para pengurus partai politik dan kelompok pendukung para bakal paslon.

 

Tahapan ini meliputi kegiatan penyerahan bukti dukungan bagi bakal paslon perseorangan, verifikasi administrasi dan faktual dukungan, rekapitulasi hasil verifikasi, pendaftaran paslon dari jalur perseorangan dan partai politik/gabungan partai politik, verifikasi persyaratan sampai nantinya ditetapkan bakal calon yang memenuhi syarat sebagai paslon. Proses ini secara keseluruhan memerlukan waktu kurang lebih lima bulan, dari bulan April sampai dengan Agustus 2015, ditambah tiga bulan bila ada gugatan dari bakal calon yang mengajukan sengketa pencalonan ke PTTUN.

Sampai bulan Juli ini, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang sedang melaksanakan Pilkada telah melaksanakan verifikasi faktual bagi bakal paslon perseorangan serta telah memberitahukan hasilnya kepada bakal paslon perseorangan. Sementara itu, pada 14 Juli 2015 lalu juga telah dilakukan pengumuman pendaftaran bakal paslon Gubernur/Bupati/Walikota. Adapun KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota akan menerima pendaftaran bakal paslon sampai dengan 28 Juli 2015.

Berkaitan dengan bakal paslon perseorangan, menurut data yang dilansir oleh KPU RI dari 269 daerah yang tahun ini akan menyelenggarakan Pilkada, terdapat 174 paslon dari jalur perseorangan yang memenuhi jumlah dukungan minimal dan telah diverifikasi oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan jajaran penyelenggara sampai tingkat desa/kelurahan. Dan hasil verifikasi tersebut merupakan salah satu syarat bagi paslon perseorangan untuk mendaftarkan diri bersama-sama dengan bakal paslon yang diusulkan oleh partai politik/gabungan partai politik.

Terkait dengan hal tersebut, menurut Ketua KPU RI Husni Kamil Manik, seperti dikutip dari situs resmi KPU RI Rabu (24/6), sebetulnya terdapat 254 pasangan calon yang menyerahkan berkas dukungan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Tetapi 80 bakal paslon diantaranya tidak dapat diloloskan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

Husni merinci, alasan bakal paslon perseorangan dinyatakan tidak memenuhi syarat disebabkan karena tidak tercukupinya jumlah minimal dukungan, terlambat dalam menyerahkan berkas dukungan dan berkas dukungan yang tidak lengkap.

Sumber: kpu.go.id

Adapun di Jawa Tengah dari 21 kabupaten/kota yang sedang melaksanakan Pilkada, hanya 10 kabupaten/kota yang menerima penyerahan berkas dukungan dari para bakal paslon perseorangan. Jumlah bakal pasangan calon yang menyerahkan berkas adalah sebanyak 13 pasangan. Akan tetapi setelah dilakukan penghitungan awal berkas dukungan, hanya 6 bakal paslon yang diterima oleh KPU Kabupaten/Kota (28 persen) untuk selanjutnya dilakukan verifikasi. Sementara sisanya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) karena sebagian belum memenuhi jumlah minimal dukungan dan sebagian yang lain telah melampaui jadwal waktuyang telah ditentukan. Adapun keenam bakal paslon perseorangan yang memenuhi syarat itu adalah H. Abdul Khafidz-Bayu Andrean (Rembang), Cahyo Sumarso-M. Yakni Anwar (Boyolali), Sujaka Martana-Fauzi Umar Lahji (Pekalongan), Joko Prasetyo-Priyo Waspodo (Magelang), HM.Suhardi-Joko Wiyono (Wonosobo), dan Mustafid Fauzan-Sri Harmanto (Klaten).

Menurun
Bila dibandingkan dengan penyelenggaraan Pemilukada periode 2010-2011 di kabupaten/kota yang sama di Jawa Tengah, jumlah paslon perseorangan cenderung menurun. Pada periode sebelumnya jumlah paslon perseorangan mencapai 10 paslon (47 persen). Tidak hanya di Jawa Tengah, beberapa provinsi juga mengalami hal yang sama, salah satunya di Provinsi DIY. Dari 3 kabupaten yang sedang melaksanakan Pilkada, hanya 1 paslon yang maju dari jalur perseorangan, yaitu di Kabupaten Gunungkidul. Menurut Guno Tri Tjahjoko, peneliti pilkada dan doktor Ilmu Politik Pascasarjana Fisipol UGM, menurunnya jumlah paslon perseorangan dalam Pilkada 2015 ini disebabkan semakin beratnya persyaratan pencalonan perseorangan sebagaimana dipersyaratkan oleh UU Nomor 8 tahun 2015. Dibandingkan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 jo. UU No. 12 tahun 2008, syarat pengajuan bakal paslon perseorangan menurut UU Nomor 8 tahun 2015 jauh lebih berat. 
Bagaimana tidak, Guno mencontohkan, menurut UU Nomor 8 tahun 2015 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen). Sementara menurut peraturan sebelumnya, jumlah dukungan untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang sama hanya dipersyaratkan 4% dari jumlah penduduknya saja.
Selain itu, sambung Guno, dukungan tersebut sekurang-kurangnya harus tersebar di 50% dari jumlah kecamatan yang ada. “Banyaknya dukungan ini yang tampaknya memberatkan calon untuk mendaftarkan diri dalam pilkada. Selain itu calon perseorangan juga harus memperhitungkan berhadapan dengan petahana yang memiliki modal finansial, sosial-budaya, jaringan birokrasi  dan politik. Bila calon perseorangan tidak lebih kuat modalnya dari petahana, maka kemungkinan menang akan kecil”, katanya seperti dikutip Koran Kedaulatan Rakyat, Sabtu (11/7).

Analisis yang disampaikan akademisi UGM itu cukup beralasan, mengingat sepanjang gelaran Pilkada/Pemilukada sejak tahun 2005-2013 para paslon perseorangan dianggap gagal bersaing dalam mencari simpati pemilih dibandingkan dengan para paslon yang berasal dari parpol/gabungan parpol. Tercatat hanya 9 paslon perseorangan yang terpilih dalam Pilkada/Pemilukada sepanjang 2005-2013, itupun sudah termasuk pasangan yang terpilih kembali pada periode berikutnya.
 
Banyaknya paslon perseorangan pada Pemilukada periode 2008-2013 memang dapat dimaklumi, dikarenakan saat itu terjadi semacam euforia pasca putusan MK yang memperbolehkan calon perseorangan dapat maju sebagai bakal calon kepala daerah. Oleh karenanya para calon perseorangan yang merasa percaya diri maju melalui jalur non-parpol, ramai-ramai mendaftarkan diri dalam Pilkada waktu itu . Akan tetapi nampaknya sekarang mereka mulai berpikir logis untuk maju melalui jalur perseorangan. 
Keterbatasan sumber daya politik yang dimiliki (jaringan, mesin politik dan finansial) barangkali menjadi alasan mereka untuk tidak maju melalui jalur yang sering disebut juga jalur independen itu. 
Para paslon dari jalur perseorangan tidak hanya harus mempersiapkan sumber daya pada tahapan kampanye untuk meraih suara pemilih, tetapi juga mereka harus juga bekerja keras agar lolos verifikasi menjadi calon tetap. Istilahnya para paslon harus menyiapkan “nafas” ekstra untuk menang dalam Pilkada.
 
Dengan kondisi itu, bagi siapapun yang akan mencalonkan diri melalui jalur perseorangan harus berpikir masak-masak dalam Pilkada 2015 ini. Sebagai contoh di Kabupaten Purworejo, pada Pilkada tahun ini tidak ada sama sekali bakal paslon perseorangan yang mendaftar, padahal pada Pilkada periode sebelumnya terdapat tiga paslon perseorangan,  paling banyak se Jawa Tengah. Pada Pilkada 2010, bakal paslon perseorangan dapat mendaftarkan diri jika telah mengumpulkan bukti dukungan minimal 31.652 berupa KTP/KK, tetapi sekarang mereka harus mengumpulkan sekurang-kurangnya 55.947 dukungan. “Itu pun mungkin cukup berat untuk memenuhi syarat tersebut, sehingga tidak ada yang maju lewat jalur perseorangan”, ujar Purnomosidi, S.Pt, anggota KPU Kabupaten Purworejo divisi hukum pengawasan, pencalonan dan kampanye, Senin (15/6), seperti dikutip dari situs resmi KPU Kabupaten Purworejo.

Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Kendal pada Pilkada tahun ini, yang juga absen dari paslon perseorangan. Pada Pilkada 2010 lalu, satu paslon perseorangan berhasil mengumpulkan lebih dari  20 ribu suara. Alasannya sama dengan kabupaten/kota lainnya, yaitu beratnya persyaratan dukungan yang harus diserahkan. Jika pada 2010 jumlah dukungan minimal hanya 32.025 dukungan, maka pada Pilkada 2015 ini naik menjadi 71.403 dukungan, atau naik 45 persen.

Verifikasi di Kabupaten Klaten
Meskipun di beberapa kabupaten/kota bakal calon perseorangan “menghilang” pada Pilkada tahun ini, tetapi di Kabupaten Klaten justru bakal paslon perseorangan bermunculan untuk bersaing dengan paslon dari jalur parpol/gabungan parpol. Bahkan KPU Kabupaten Klaten sempat menerima penyerahan berkas dukungan dari dua bakal pasangan calon, meskipun pada akhirnya hanya menerima salah satunya saja dikarenakan paslon yang lain gagal memenuhi jumlah minimal dukungan. Pasangan Supolo Dirgantara dan Joko Suyono diputuskan tidak memenuhi syarat (TMS) dan berkas dukungannya tidak akan diverifikasi oleh KPU.
 
Divisi sosialisasi data informasi dan pendidikan pemilih KPU Kabupaten Klaten, M. Ansori, seperti dikutip dari laman Suara Merdeka, Rabu (17/6),  mengatakan bahwa pasangan  Supolo Dirgantara  dan  Joko  Suyono diputuskan  tidak memenuhi syarat dikarenakan tidak memenuhi minimal dukungan. Menurutnya, jumlah dukungan pasangan itu hanya sebesar 4.928 dan hanya tersebar di 11 kecamatan atau hanya 42,3 persen. Padahal untuk lolos melaju di pilkada, calon perseorangan minimal harus mengantongi sebanyak 82.861 suara yang tersebar di 14 kecamatan yang ada. Adapun pasangan calon perseorangan lainnya, Mustafid Fauzan – Sri Harmanto telah memenuhi syarat minimal dukungan, dengan membawa dukungan sebanyak 86.177 KTP/KK. Alhasil hanya bakal paslon perseorangan yang disebut terakhir saja yang diterima dan akan diverifikasi oleh KPU beserta jajarannya.
 
Sebelum diserahkan ke penyelenggara tingkat desa/kelurahan (PPS) untuk diverifikasi, KPU Kabupaten Klaten telah melakukan analisis data ganda pada 18-19 Juni 2015 lalu. Hasil analisis data ganda tersebut menemukan sebanyak 608 dukungan ganda atau satu dukungan tercatat lebih dari satu kali. Setelah itu seluruh berkas dukungan diserahkan kepada PPS melalui PPK di setiap kecamatan. PPS melakukan verifikasi sejak tanggal 23 Juni sampai dengan 7 Juli 2015.
 
Akhirnya, KPU Kabupaten Klaten melakukan rekapitulasi hasil verifikasi bakal paslon perseorangan Mustafid Fauzan-Sri Harmanto melalui rapat pleno terbuka pada 14 Juli 2015. Hasilnya, dari berkas berkas dukungan yang diserahkan, dukungan yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) sebanyak 62.644, sehingga pasangan tersebut masih memiliki kekurangan dukungan sebanyak 20.127 dukungan. Tetapi dikarenakan menurut ketentuan Peraturan KPU Nomor 9/2015 jika ternyata hasil verifikasi atas dukungan jumlahnya masih dibawah jumlah minimal yang dipersyaratkan, maka bakal paslon perseorangan tersebut wajib menyerahkan kembali dukungan baru sebanyak dua kali lipat. “Sudah dikomunikasikan dengan Tim Penghubung dari Paslon terkait kekurangan syarat dukungan yang harus perbaiki sebesar 2 x 20.217 (40. 434). Paslon menyatakan siap melakukan perbaikan”, kata Ansori.
 
Masih menurut Ansori, selama masa verifikasi beberapa kendala ditemui oleh KPU dan jajarannya. Diantara kendala yang dihadapi adalah masa verifikasi faktual yang dirasa terlalu sempit sehingga menyebabkan hasil verifikasi yang dihasilkan tidak terlalu optimal. Selain itu, lanjut Ansori, persyaratan penggunaan KTP sebagai bukti dukungan terlalu longgar, sehingga rawan pemalsuan dan atau penyalahgunaan . “Bukti dukungan KTP dirasa sangat lemah karena masih banyak ditemukan beberapa perbedaan tanda tangan antara form daftar dukungan perseorangan (B1-KWK Perseorangan) dengan bukti dukungan (KTP dan sebagainya)”, katanya saat dihubungi oleh DERAP. Untuk selama masa verifikasi pihaknya senantiasa berkoordinasi dengan tim pasangan calon.
 
Meskipun bakal calon perseorangan tersebut masih belum memenuhi batas minimal dukungan, tetapi masih diperbolehkan untuk mendaftarkan diri menjadi bakal pasangan calon pada masa pendaftaran. Akan tetapi, mereka tetap diwajibkan menyerahkan kekurangan dukungan sampai batas masa pemeriksaan kelengkapan pencalonan dan syarat calon. (s_pa)

(Artikel News Letter "DERAP KPU Kabupaten Banyumas" Edisi Bulan Juli 2015)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Anggota KPU Kabupaten Banyumas Periode 2013-2018

UNGGUL WARSIADI, SH., MH lahir di Kebumen, 30 Oktober 1962, dipercaya menggantikan Aan Rohaeni, SH sebagai Ketua KPU Kabupaten Banyumas. Alumnus FH Undip ini merupakan salah satu dari tiga anggota KPU Kabupaten Banyumas yang terpilih kembali untuk masa bakti 2013-2018. Suami dari Ir. Hidayah Dwiyanti, M.Si ini berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Unsoed, maka tak heran untuk periode ini masih dipercaya untuk membawahi divisi hukum, pengawasan, umum dan rumah tangga. Sebelum menjadi anggota KPU Kabupaten Banyumas tahun 2008, ayah dari Gumintang dan Galang ini sudah lama berkiprah dalam dunia kepemiluan. Pada Pemilu 1999, Unggul sudah menjadi anggota Panwascam Purwokerto Utara dan pada pemilu 2004 menjadi Ketua PPK Purwokerto Utara. Sebagai penanggung jawab divisi pengawasan, Unggul selalu menekankan jajaran KPU Kabupatan Banyumas untuk selalu bersikap tidak memihak dan berlaku adil kepada semua peserta pemilu dan rakyat pemilih. “Sebagai penyelenggara harus tetap menjaga warwa

SEKILAS TENTANG PERJALANAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA MASA PRA-KEMERDEKAAN

Perjalanan partai politik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah pergerakan nasional awal abad ke-20. Kebijakan politik etis yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda berdampak sangat penting dengan kemunculan elit terdidik pribumi.  Kelompok inilah yang memiliki kesadaran akan pentingnya organisasi sebagai wadah pergerakan nasional. Pada 1908 berdiri Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 lalu diikuti oleh Sarekat Islam pada 1911 (sebetulnya pada 1908 juga telah berdiri Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia di negeri Belanda). BU dan SI tidak secara terang menyebut dirinya sebagai organisasi politik, tetapi memiliki program-program dan aktifitas politis. Hal ini karena undang-undang kolonial Belanda saat itu melarang pendirian organisasi dan perkumpulan politik. BU dan SI semakin terlibat dalam aktifitas politik setelah keduanya masuk dalam lembaga Volksraad (dewan rakyat) yang didirikan pada 1916. Di lembaga ini, wakil-wakil organisasi ini tergabung dalam r

Apa yang dilakukan KPU setelah Pemilu selesai?

Masyarakat seringkali bertanya, “ apa pekerjaan KPU setelah Pemilu selesai ?”. Lalu jika jawabannya masih dirasa kurang memenuhi rasa ingin tahu ditambah mungkin dengan nada sedikit sinis,”berarti KPU makan gaji buta ya?”.  Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut wajar mengingat selama ini kebanyakan orang memahami Pemilu hanya sebatas proses dimana para calon yang akan duduk di jabatan-jabatan publik kemudian merebut simpati pemilih melalui kampanye, lalu para pemilih datang ke TPS menggunakan hak pilihnya kemudian dihitung suaranya, yang memperoleh suara terbanyak dialah yang terpilih. Atau malah ada yang menganggap kalau Pemilu itu hanya orang datang ke TPS menggunakan hak pilihnya, suaranya dihitung tinggal siapa yang menang. Dalam anggapan tersebut berarti tugas KPU hanya menyiapkan para petugas di TPS, menyiapkan sarananya, menghitung suara dari para pemilih dan menetapkan pemenang. Selesai.  Rapat Progam dan Anggaran 2015 Celakanya kondisi tersebut diper