Langsung ke konten utama

PERAN PEMUDA INDONESIA DALAM PENEGAKKAN DEMOKRASI

Sumber: berita.sumpahpemuda.com
Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak sejarah perjuangan Bangsa Indonesia yang diperingati tanggal 28 Oktober setiap tahunnya. Perlawanan dari pemuda Indonesia terhadap penjajah bukan hanya dalam arti fisik, melainkan melalui organisasi pemuda. Pertama, lahirlah Budi Oetomo yang didirikan pada 20 Mei 1908. Momen ini kemudian dijadikan sebagai tonggak sejarah kebangkitan pemuda Indonesia dalam pergerakan kebangsaan Indonesia, yang kemudian diakui sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Tahun 1911 muncul Sarekat Islam yang didirikan oleh HOS Tjokroaminoto. Setahun kemudian namanya diubah menjadi Sarekat Dagang Islam. Selain itu di tahun yang sama, berdiri pula Indische Partij yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu Danudirdja Setia Budi, Ki Hajar Dewantara dan Tjipto Mangunkusumo. Tujuan politiknya sangat jelas yaitu untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. Organisasi-organisasi lain-pun kemudian bermunculan, namun belum memberikan harapan yang menggembirakan. Mereka tetap tak mampu menghadapi dan memberikan perlawanan berarti disebabkan perjuangan yang mereka lakukan masih sendiri-sendiri. Setelah menyadari kondisi seperti itu, keadaan pun berubah. Para pemuda kemudian menyatukan diri dan mengusung rasa kebangsaan yang selama ini belum tersentuh.

Hal ini yang kemudian melahirkan Kongres Pemuda Indonesia I pada tahun 1926. Kala itu cita-cita persatuan menjadi tujuan utama para pemuda. Rasa kebangsaan dan persatuan itu mencapai puncaknya dengan kemunculan pemuda bernama Soekarno, anggota Jong Java. Ia terus mengobarkan rasa persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai landasan untuk mencapai kemerdekaan. Pemuda yang kemudian terkenal dengan julukan Bung Karno ini mendasarkan perjuangan mencapai kemerdekaan pada kekuatan sendiri, anti kapitalisme dan imperialisme serta non-cooperation atau tak bersedia bekerja sama dengan Hindia Belanda. 

Atas prakarsa Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia, maka diadakan Kongres Pemuda Indonesia II di Jakarta pada tanggal 27 – 28 Oktober 1928. Kongres dihadiri oleh berbagai perhimpunan pemuda yang ada di Indonesia. 
Dalam sidang ketiga, 28 Oktober 1928 itulah kemudian dicetuskan Sumpah Pemuda yang sangat terkenal hingga sekarang. Dalam kongres kedua ini juga untuk pertama kalinya Lagu Kebangsaan Indonesia ciptaan WR. Supratman dilantunkan. Lagu tersebut dilantunkan di hadapan pemuda peserta kongres dengan iringan biola Wage Rudolf Supratman. 

Sumpah Pemuda sebagai tonggak sejarah perjuangan yang bersifat nasional, meliputi seluruh wilayah nusantara mencapai cita-cita bersama. Kata-kata keramat yang dicetuskan dalam Kongres II Pemuda Indonesia tersebut terus mengakar dalam diri setiap anak bangsa.Perjuangan terus berlanjut, perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda pun tak berhenti hingga mencapai puncak dengan diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. [1]

Gerakan pemuda Indonesia tidak cukup sampai di situ, tahun 1966 dengan berbagai kesatuan aksi yang dibentuk pemuda terutama dari golongan mahasiswa kembali menyerukan semangat perubahan. Jargon Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) menjadi seruan utama, dengan desakan tersebut pada akhirnya rezim orde lama berganti menjadi orde baru yang kelahirannya turut dibidani oleh pemuda terutama mahasiswa. 
Berlanjut kemudian, gerakan reformasi yang dilakukan mahasiswa pada tahun 1998 yang meruntuhkan pemerintahan orde baru akibat produk hukum yang dijalankan bersifat konservatif atau ortodoks, atau dengan kata lain politik yang dijalankan bersifat otoriter berbasis birokrasi dan militer. [2]

Pemuda Pasca Reformasi
Dalam berbagai pidato para pejabat dan elite politik, peran kaum muda dalam pembangunan bangsa tak penah absen disebut. Kaum muda digambarkan sebagai komponen penting memajukan bangsa. Tetapi, dalam praktiknya, kaum muda seolah dimarginalkan. Mereka dianggap belum berpengalaman, kurang matang, emosional, serta masih sederet alasan lain untuk meminimalkan, bahkan meniadakan, peluang kaum muda berkiprah pada kepemimpinan di tingkat lokal dan nasional. 

Bertolak belakang dengan bidang ekonomi dan teknologi, kaum muda seolah apatis terhadap politik. Organisasi kepemudaan yang pada masa Orde Baru dan Reformasi memiliki gaung yang cukup lumayan, belakangan sayup-sayup terdengar, bahkan tenggelam. Tinggal segelintir kaum muda yang peduli pada pembangunan kehidupan politik yang lebih sehat. 

Kondisi ini tak lepas dari tak adanya political will dari elit politik yang memberi ruang bagi kaum muda untuk mengaktualisasikan dirinya. Meski demikian, kita tak boleh putus asa untuk kembali menggelorakan semangat kaum muda agar lebih peduli pada pembangunan bangsa di bidang politik. 

Setidaknya ada tiga langkah yang bisa ditempuh agar kaum muda bisa lebih peduli pada dunia politik.
Pertama, sosialisasi dan membangun kepedulian tentang pentingnya partisipasi dalam bidang politik melalui penggunaan hak suara dalam pemilihan umum  (pemilu). Kaum muda,  khususnya  siswa  SMA  dan sekolah sederajat, mahasiswa, pekerja hingga eksekutif muda, hendaknya disadarkan tentang pentingnya suara mereka dalam pemilu. 

Dominasi politik partai politik (parpol) tertentu di lembaga legislatif dan eksekutif bisa dikurangi dengan cara tidak memilih lagi parpol yang kadernya korup serta ingkar memenuhi janji-janji kampanye Pemilu. Kaum muda harus berani menghukum parpol yang hanya bekerja untuk kepentingan kelompoknya, ketimbang bersama-sama berjuang memperbaiki taraf hidup rakyat.

Demikian juga saat pemilihan kepala daerah (pilkada) serta pemilihan umum presiden dan wapres (pilpres). Kita tak perlu lagi memberikan suara kepada petahana (incumbent) yang hanya pintar mengobral janji, tetapi minim realisasi. 
Sudah cukup mereka diberi waktu lima tahun untuk memimpin daerah dan bangsa ini. Kita harus berani memberi kesempatan kepada wajah-wajah baru menjadi pemimpin bangsa.   Bahkan,  kita  yakin  cukup  banyak “kaum muda” yang maksimal berusia maksimal 50 tahun memiliki kapabilitas dan integritas menjadi pemimpin.

Kedua, parpol harus memberi kesempatan kepada kaum muda untuk berkiprah melalui struktur  partai di berbagai tingkatan dan organisasi sayap. PDI-P misalnya, memiliki Taruna Merah Putih, Golkar dengan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), serta Partai Nasdem melalui Garda Pemuda Nasdem. Keterlibatan kaum muda dalam organisasi seperti itu akan semakin mendekatkan mereka pada dunia politik. 

Ketiga, elit parpol, terutama ketua umum, hendaknya tak egois dan membuka mata terhadap potensi anak-anak muda. Parpol tak perlu ragu mengajukan kader berusia maksimal 50 tahun menjadi capres dan cawapres. Bila itu dilakukan, kita yakin kelompok muda tak akan menyia-nyiakan hak suara dengan menjadi golongan putih (golput) karena generasi mereka yang bersemangat dan berjiwa muda ikut bertarung menjadi pemimpin bangsa.

Apabila semua itu terwujud, bangsa ini tak perlu terjebak pada gerontokrasi, yakni pemerintahan yang dikendalikan kaum sepuh!

Mengutip pendapat Bung Karno, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Kita pun berharap para pemimpin bangsa adalah “kaum muda”, sehingga Indonesia bisa mengguncang dunia. [3]





Sumber: 
[1]halamanputih.wordpress.com/tag/pemimpin-pergerakan-pemuda-indonesia/
[2]iftania28.wordpress.com/peran-politik-pemuda-dalam-mewujudkan-efektivitas-sistem-multi-partai-2/
[3]www.beritasatu.com/blog/tajuk/2939-pemilu-kaum-muda.html)

(Artikel News Letter "DERAP" KPU kabupaten Banyumas Edisi bulan Oktober 2015)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Anggota KPU Kabupaten Banyumas Periode 2013-2018

UNGGUL WARSIADI, SH., MH lahir di Kebumen, 30 Oktober 1962, dipercaya menggantikan Aan Rohaeni, SH sebagai Ketua KPU Kabupaten Banyumas. Alumnus FH Undip ini merupakan salah satu dari tiga anggota KPU Kabupaten Banyumas yang terpilih kembali untuk masa bakti 2013-2018. Suami dari Ir. Hidayah Dwiyanti, M.Si ini berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Unsoed, maka tak heran untuk periode ini masih dipercaya untuk membawahi divisi hukum, pengawasan, umum dan rumah tangga. Sebelum menjadi anggota KPU Kabupaten Banyumas tahun 2008, ayah dari Gumintang dan Galang ini sudah lama berkiprah dalam dunia kepemiluan. Pada Pemilu 1999, Unggul sudah menjadi anggota Panwascam Purwokerto Utara dan pada pemilu 2004 menjadi Ketua PPK Purwokerto Utara. Sebagai penanggung jawab divisi pengawasan, Unggul selalu menekankan jajaran KPU Kabupatan Banyumas untuk selalu bersikap tidak memihak dan berlaku adil kepada semua peserta pemilu dan rakyat pemilih. “Sebagai penyelenggara harus tetap menjaga warwa

SEKILAS TENTANG PERJALANAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA MASA PRA-KEMERDEKAAN

Perjalanan partai politik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah pergerakan nasional awal abad ke-20. Kebijakan politik etis yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda berdampak sangat penting dengan kemunculan elit terdidik pribumi.  Kelompok inilah yang memiliki kesadaran akan pentingnya organisasi sebagai wadah pergerakan nasional. Pada 1908 berdiri Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 lalu diikuti oleh Sarekat Islam pada 1911 (sebetulnya pada 1908 juga telah berdiri Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia di negeri Belanda). BU dan SI tidak secara terang menyebut dirinya sebagai organisasi politik, tetapi memiliki program-program dan aktifitas politis. Hal ini karena undang-undang kolonial Belanda saat itu melarang pendirian organisasi dan perkumpulan politik. BU dan SI semakin terlibat dalam aktifitas politik setelah keduanya masuk dalam lembaga Volksraad (dewan rakyat) yang didirikan pada 1916. Di lembaga ini, wakil-wakil organisasi ini tergabung dalam r

Apa yang dilakukan KPU setelah Pemilu selesai?

Masyarakat seringkali bertanya, “ apa pekerjaan KPU setelah Pemilu selesai ?”. Lalu jika jawabannya masih dirasa kurang memenuhi rasa ingin tahu ditambah mungkin dengan nada sedikit sinis,”berarti KPU makan gaji buta ya?”.  Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut wajar mengingat selama ini kebanyakan orang memahami Pemilu hanya sebatas proses dimana para calon yang akan duduk di jabatan-jabatan publik kemudian merebut simpati pemilih melalui kampanye, lalu para pemilih datang ke TPS menggunakan hak pilihnya kemudian dihitung suaranya, yang memperoleh suara terbanyak dialah yang terpilih. Atau malah ada yang menganggap kalau Pemilu itu hanya orang datang ke TPS menggunakan hak pilihnya, suaranya dihitung tinggal siapa yang menang. Dalam anggapan tersebut berarti tugas KPU hanya menyiapkan para petugas di TPS, menyiapkan sarananya, menghitung suara dari para pemilih dan menetapkan pemenang. Selesai.  Rapat Progam dan Anggaran 2015 Celakanya kondisi tersebut diper