PARTISIPASI PEREMPUAN SEBAGAI PENYELENGGARA PEMILU
DI KABUPATEN BANYUMAS
DI KABUPATEN BANYUMAS
Oleh: IKHDA ANIROH,
S.Ag., M.Pd.I
(Anggota KPU Kabupaten
Banyumas Periode 2013-2018 Divisi Teknis Pemilu)
Bulan
April adalah bulan “perempuan”, hal ini mengingat di bulan April ini kita
memperingati hari “emansipasi” perempuan yang dicetuskan oleh RA Kartini. Emansipasi perempuan menghapus image bahwa
perempuan hanya sekedar “kanca wingking”, yang hanya berkutat di ranah
domestik. Emansipasi juga membuka peluang bagi perempuan untuk berkiprah di
ranah publik, salah satunya sebagai penyelenggara pemilu.
Namun
jika dilihat dari keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu khususnya
di Kabupaten Banyumas, bisa dikatakan
masih rendah. Hal itu bisa dilihat dari data penyelenggara pemilu ad hoc
(PPK, PPS dan KPPS) di Kabupaten Banyumas pada penyelenggaraan Pemilu 2014
lalu.
Untuk pendaftar PPK pada rekruitmen Pilkada di Kabupaten Banyumas tahun 2012, dari jumlah pendaftar sebanyak 360 orang, jumlah pendaftar perempuan hanya 70 orang atau hanya sekitar 19,4%. Sedangkan yang lolos seleksi PPK hanya 22 orang saja (16,29%). Di tingkat desa/kelurahan, dari jumlah dari jumlah total 993 orang anggota PPS, perempuan hanya 85 orang (8,55%) saja.
Beberapa
faktor yang mempengaruhi hal tersebut dapat dikemukakan, diantaranya adalah, pertama
peraturan atau regulasinya. Meskipun dalam UU Nomor 15/2011 tentang Penyelenggara
Pemilu telah mengatur keterwakilan 30 persen perempuan dalam posisi
penyelenggara pemilu dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten (pasal 5 dan 6)
sampai dengan tingkat kecamatan (pasal 41 ayat 3), tetapi belum diperkuat dalam
peraturan pelaksana atau petunjuk teknis rekrutmen/seleksi sehingga penafsiran
dan pelaksanaannya masih bermasalah. Demikian halnya untuk penyelenggara di tingkat desa/kelurahan dan
di tingkat TPS. Bahkan regulasi di tingkat TPS, tidak mengharuskan anggota KPPS
memuat keterwakilan 30% perempuan. Belum
lagi persyaratan dalam Peraturan KPU terbaru tentang tata kerja penyelenggara
pemilu untuk PPK, PPS dan KPPS dikenakan pembatasan periodesasi, yakni salah
satu syarat untuk pendaftaran calon PPK, PPS dan KPPS, tidak boleh lebih dari dua
periode menjabat pada jabatan yang sama. Adanya aturan tersebut jelas bisa jadi
menghambat mantan PPK, PPS dan KPPS yang sudah menjabat dua periode tidak bisa
menjabat lagi, dan diantara
mantan PPK,
PPS dan KPPS tersebut adalah perempuan.
Kedua,
faktor yang menyebabkan kurangnya keterlibatan perempuan dalam penyelenggaraan
Pemilu disebabkan faktor budaya, yakni hambatan kultural yang masih membatasi
partisipasi perempuan di ranah publik, termasuk juga menghambat perempuan untuk
masuk dalam proses rekrutmen dan seleksi anggota panitia pelaksanaan pemilu di
berbagai tingkat. Dan yang ketiga, pengetahuan kepemiluan yang masih minim yang dimiliki kaum perempuan,
baik itu tentang proses informasi teknis rekrutmen/seleksi dan informasi teknis
kepemiluan.
Dari
data penyelenggara pemilu di Kabupaten Banyumas di atas menegaskan meskipun UU
penyelenggara Pemilu sudah mengatur keterlibatan perempuan (minimal 30 persen)
kenyataannya di lapangan masih banyak hambatan dan tantangan partisipasi
perempuan. Untuk itu diperlukan upaya sungguh-sungguh dan sistematis dari
berbagai pihak untuk meningkatkan jumlah perempuan sebagai penyelenggara
pemilu.
"Dan sebagai perempuan penyelenggara pemilu, Saya mengajak kepada segenap perempuan di Kabupaten Banyumas untuk meningkatkan partisipasi dalam penyelenggaraan pemilu di Kabupaten Banyumas yang ke depan akan mulai dilaksanakan dalam Pilkada tahun 2018, dan proses seleksi badan penyelenggara akan dilaksanakan pada pertengahan tahun 2017."
Tentu
saja harus dibarengi dengan peningkatan pemahaman dan kapasitas kepemiluan agar
pelaksanaan pemilu di Kabupaten Banyumas dapat dilaksanakan dengan kualitas
yang lebih baik lagi. Karena dalam setiap pemilu masyarakat selalu berharap,
pemilu dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi masyarakat khususnya dan
bangsa Indonesia pada umumnya. Untuk mewujudkan harapan masyarakat tersebut, salah satu upaya adalah dengan terselenggaranya pemilu yang berkualitas. Kualitas pemilu sendiri ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya yakni adanya penyelenggara pemilu yang profesional, memiliki integritas yang tinggi, kapabilitas dan akuntabilitas.
Komentar
Posting Komentar